Kamis, 18 Oktober 2012

KERUDUNG


Masih pagi, masih terlalu pagi bagiku untuk mencari sesuatu yang belum pasti. Aku berjalan tak tentu arah, aurora masih remang-remang menyinari kerudung merahku yang tersibak dihembus angin malam. Pikiranku jauh menerawang ke alun-alun gubuk reyot yang ku tinggalkan tadi. Terduduk ibu dan adikku di peraduan. Menungguku pulang dengan penuh harap, cemas.
                Masih melekat di pelupuk mataku kala bapak menyemburkan nestapa di wajah ibu, tadi malam. Berselempang dosa ia menyuruk gubuk kami, meninggalkan jejak luka dan kesedihan pada kami. Terlebih pada Nisa, adikku, cemas menanti ujian nasionalnya yang tinggal hitungan hari. Ia terancam tak dapat mengikuti ujian nasional, mengingat tunggakan uang sekolahnya yang masih 5 bulan. Rencananya tunggakan itu akan dibayar 3 bulan dulu, setelah ibu menjual guci peninggalan almarhumah nenek. Selanjutnya, biaya Nisa masuk SMA kami belum tahu akan mencari uang ke mana.
                Tapi Allah masih akan menguji iman kami lagi. Guci harapan Nisa dirampas bapak. Tentu saja ia akan menggunakannya untuk membeli tuak lagi, atau mungkin membayar hutang judinya pada orang. Ah, entahlah. Aku mencoba untuk tidak peduli.
                Di tanganku masih terselip ijazah sarjana ekonomiku yang sejak dua tahun lalu belum pernah menginap di instansi manapun. Kerudung yang tiap hari melekat di kepalaku menjadi alasan bagi semua instansi untuk tidak menerimaku bekerja di kantornya. Mereka menuntut agar aku mau membuka kerudung kesayanganku, dengan begitu mereka akan menerimaku. Tapi kerudung tetaplah kerudung. Tak bisa ia digantikan oleh pakaian dan rok mini. Bagiku kerudung adalah harga diri seorang wanita.
***

Kamis, 21 April 2011

ARTIKEL : GEBYAR MUDA BERSASTRA

ARTIKEL BUDAYA

GEBYAR MUDA BERSASTRA ( Terima kasih kepada murid-muridku)

“ DENGAN MEMBACA WAWAS ANMU BERTAMBAH, DENGAN MENULIS KREATIVITAS BERPIKIRMU TERASAH, DENGAN BERSASTRA HIDUPMU JADI SEMAKIN INDAH” Itulah tema yang menjadi dasar pelaksanaan acara Gebyar Muda Bersastra, semangat para guru Bahasa dan Sastra menyatu bersama semangat para siswa yang berkarya. Berbagai kegiatan berlangsung di SMA Negeri 2 Binjai, musikalisasi puisi, majalah dinding yang bertema sastra, berbalas pantun dan yel-yel yang diikuti oleh 15 peserta untuk masing-masing jenis lomba. Kegiatan berlangsung seharian dari pagi yang di buka oleh kepala dinas pendidikan kota Binjai mewakili Walikota Binjai, juga dihadiri oleh kepala dinas Sumatera Utara, Kapusda Binjai, muspida setempat dan lain-lain.

Kegiatan tersebut didukung oleh para juri yang tidak diragukan lagi kepiawaiannya seperti Jamal, Raudah Jambak, Ibnu, Andi, Hasan Al Bana dll. Hasil dari penilaian para dewan juri sangat memuaskan para peserta. Ajang ini mampu menggerakkan semangat para siswa dan para guru bahasa dan sastra Indonesia untuk berkreatifitas bersama karya sastra. Kehadiran para guru Bahasa Indonesia sebagai pendamping peserta terkesan seperti sedang “reunian” dalam berkar

Karya puisi yang dibawakan para peserta berjudul “Bahasa Laut” dan “Sajak Untuk Anakku” karya Timbas Tarigan wakil walikota Binjai. Sayangnya pada saat kegiatan berlangsung beliau tidak hadir karena sedang tidak berada di Binjai. Karya beliau ditafsirkan beragam oleh para peserta, sehingga muncul berbagai penafsiran yang sangat luar biasa. Warna lokal atau ciri kedaerahan sangat terasa pada setiap penampilan., Seperti dari SMA Harapan yang menafsirkan dengan irama musik Karo, demikian pula dari Smk Negeri 8 Medan memunculkan warna Melayu meski belum terasa “lemak melayu” di dalamnya. Ada pula yang menafsirkan musik “ Rock” seperti yang ditampilkan SMA Negeri 4 Medan dan lain-lain. Penafsiran yang dilakukan sebenarnya sah-sah saja. Hanya saja ada beberapa kriteria penilaian yang dilakukaan untuk mendapatkan hasil yang terbagus.

Kamis, 31 Maret 2011

cerpen " ZIARAH "

ZIARAH

CERPEN HERNI FAUZIAH

Malam ini langit tak cerah, suara gemuruh sesekali terdengar. Udara dingin mulai menyelusup ke setiap pori-poriku. Aku terus saja menatap ke ujung jalan, sambil sesekali merapatkan jaket suamiku ke tubuhku yang mulai kedinginan.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. suara kendaraaan yang melewati depan rumahku terdengar sekali-sekali. Tiba-tiba rasa khawatir mulai menyergap pikiranku. Ah, barangkali di perjalanan pulang ia kehujanan, mungkin ia sedang berteduh, demikian aku mencoba menghibur diri.
Ku tutup pintu dengan perlahan, kembali aku ke kamar. Kubaringkan tubuhku di samping putri kecilku yang tertidur lelap. Kucium lembut pipinya yang hangat, sekejap kemudian ia pun menggeliat, seakan-akan tahu aku baru saja menyentuhnya. Perlahan kupanjatkan doa untuk keselamatan suamiku menuju pulang.
Tanpa kusadari aku tertidur pulas. Ketika tersentak betapa terperanjatnya aku, jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Hujan benar-benar sudah turun. Kecemasanku semakin tak terkuasai lagi. Berkali-kali telepon genggamku kulihat, apakah ada panggilan tak terjawab atau sms dari suamiku. Namun harapanku terbentur batu karang. Kucoba untuk menghubunginya, demikian juga, selalu di luar jangkauan.
Rasa cemasku mulai berganti dengan amarah. Ingin aku keluar rumah untuk menyusulnya. Hujan begitu deras. Tak mungkin aku pergi meninggalkan putriku seorang diri. Rasa amarah membuatku kehilangan konsentrasi. Suara kendaraan yang melintas pun sudah tak terdengar lagi. Tetes-tetes hujan dari cucuran atap seakan ikut membasahi jiwaku, meluap.
Mataku tak mau lagi terpejam, tak kuhiraukan lagi ketika suara putriku menangis, barangkali dia pipis atau kehausan. Aku terpaku kaku menahan gejolak yang sedang merajai hatiku. Air mata sama basahnya dengan hujan di luar sana, pikirku. Kubiarkan airmata ini membasahi seluruh tubuhku. Berharap, bila ia pulang nanti ia tahu betapa aku sangat kecewa atas sikapnya malam ini.
Tak berapa lama suara ayam berkokok mulai terdengar. Namun tanda-tanda suamiku pulang tidak ada sama sekali. Suara senandung pengajian pun sudah berganti dengan suara azan. Aku istighfar. Apa yang kulakukan? Ya Allah ampunilah aku.

Rabu, 30 Maret 2011

Sebuah cerpen Dampak Lingkungan

SELAMAT JALAN SAYANG
Sebuah Cerpen tentang Dampak Lingkungan Karya: Herni Fuaziah
Guru SMK Negeri 8 Medan
Hujan deras akhir-akhir ini menjadi suatu hal yang biasa saja. Tidak terpikir sama sekali oleh ku ketika hujan tiga hari berturut-turut akan menimbulkan bencana yang luar biasa. Tengah malam suara guruh bersahut-sahutan tiada berhenti.
Suara hiruk pikuk tiba-tiba terdengar tak jelas. Namun tiba-tiba
“Banjir! Banjir!Banjir!”.
Aku tidak punya firasat apa-apa.
“ Ah, paling-paling sebentar lagi hujan berhenti, banjir tidak mungkin sampai ke rumahku”.
Karena lampu padam maka kuhidupkan lampu teplok beberapa. Anak-anak kusuruh tidur saja.
Biarlah malam ini mereka tidak usah belajar. Toh besok hari Minggu, pikirku.
Selesai shalat Isya, aku berbaring di samping mas Hari, sempat aku bercerita tentang hujan yang tidak pernah berhenti ini. Keluhanku tentang kain-kain cucian yang tidak kering-kering. Saat itu mas Hari bilang,
“ Kamu cuma mikir diri sendiri aja “,
“ Pikirkan para petani, kalau hujan terus-terus begini, tanaman cabe, tomat, sayuran bahkan padi bisa busuk dan gagal panen”.
Aku terdiam. Apalagi kata mas Hari, cuaca tak bermusim itu pertanda pasti ada terjadi ketidak seimbangan alam.
Terbayang olehku seminggu yang melintas di desaku lima unit truk yang membawa kayu gelondongan dari hulu desa. Truk-truk tersebut bukan sekali itu saja melintas, tapi sudah merupakan route perjalanan usaha perkayuan.
“ Oh, pasti sudah terjadi penggundulan hutan di gunung yang memang tak jauh lokasinya dari desa tempat tinggal kami.”

Sebuah Artikel

Artikel
DANAU TOBA DALAM KENANGAN (SUATU KETIKA)
OLEH : HERNI FAUZIAH, S.Pd
GURU SMK NEGERI 8 MEDAN

Danau Toba sebuah bukti peristiwa alam yang terjadi lebih kurang 750 tahun yang lalu akibat terjadinya gempa vulkanik dengan letusan yang supervol super yang paling baru. Gempa vulkanik yang terjadi di pulau Sumatera itu mengakibatkan debu vulkanik tertiup angin sampai ke Barat selama 2 minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin dari Cina sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi sampai 1 minggu dan lontaran debunya mencapai 100 km di atas permukaan laut. Demikian menurut Bill Rose dan Craing Chesner dari Micligan Technological University.
Kejadian ini mengakibatkan kematian massal dan beberapa spesies juga ikut mengalami kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia bumi saat itu yaitu sekitar 60 juta manusia. Letusan ini juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun hal ini masih menjadi perdebatan para ahli.
Setelah letusan itu, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan sekarang dikenal dengan Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir. Pemandangan Danau Toba terkenal sampai ke seluruh dunia, sampai sekarang pun tak sedikit orang ingin menyaksikannya dari dekat.
Kini kondisi Danau Toba sangat memprihatinkan, pemandangan yang indah dan permai terganggu oleh pencemaran dan tanaman gulma seperti enceng gondok dan tumbuhan Hydrilla. Luasnya permukaan danau sekarang terlihat berkurang karena tertutup oleh tanaman gulma ini.
Pencemaran air ini disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
• Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi
• Sampah organik seperti air comberan (sewage) menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem

PELANGI PAGI

Ibu
Mengapa pelangi muncul pagi hari
Bukankah biasanya siang
Atau petang?

Ibu
Lihatlah matahari berwarna kuning
Cahayanya pertanda apa gerangan
Aku ingin memelukmu ibu

Ibu
Mengapa ibu diam
Bukankah ibu sang malam
Yang membesarkanku di bawah rembulan?

Renungan Serlo Ni

Ketulusan membutuhkan suatu perjuangan dalam diri, bagaimana kita mengalahkan ego, kesombongan, kepentingan, nafsu, dan barangkali kebodohan.
Kita harus dengan sadar, merelakan kesempatan yang barangkali bukan milik kita kali ini, mengakui keunggulan atau kelebihan orang lain, menahan diri untuk tetap terkendali, berbagi dengan orang yang sedang membutuhkan meski kita dalam keterbatasan, belajar terus dalam upaya mengembangkan diri karena sadar itu juga bagian dari iman, berbuat baik dengan ( anak, keluarga, tetangga, orang di sekitar yang kenal atau tak dikenal, murid, teman, lingkungan dan alam ), dan barangkali yang terakhir adalah tanpa pamrih.